*      A. TEORI BEHAVIORISTIK

Menurut teori beavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor tradisional yang diberikan lingkungan. Nama-nama ilmuwan yang termasuk pendiri sekaligus penganut behavioristik antara lain adalah.
·         Ivan P. Pavlov
·         Hull
·         Warson
·         Guthrie
·         Thorndike
·         Skinner.
Mula-mula teori conditioning ini dikembangkan oleh Ivan P. Pavlov (1927) dengan melakukan percobaan terhadap anjing. Pada saat seekor anjing diberi makanan, keluarlah respon anjing tersebut berupa keluarnya air liur. Demikian juga jika dalam pemberian makanan tersebut disertai dengan bel, air liur anjing juga akan keluar. Makanan yang di berikan oleh pavlov  disebut perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus), sementara bel disebut sebagai perangsang bersyarat (conditioned stimulus).
Lalu Edwin Guthrie (1935) berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dapat diubah, Tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebaliknya tingkah-laku buruk dapat diubah menjadi baik. Tiga metode pengubahan tingkah laku yang dikemukakannya yaitu, metode respon bertentangan, metode membosankan, metode mengubah lingkungan.
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) Setelah mengadakan eksperimen ia menyimpulkan, bahwa pengubah tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan/membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Menurut Watson, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Dengan hal yang dapat dapat diamati menurut Watson akan dapat meramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada siswa dan hanya dengan cara demikianlah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik.
Selanjutnya Skinnermengembangkan teori kondisioning dengan  menggunakan tikus sabagai bahan percobaan. Menurutnya, suatu respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku manusia untuk memahami tingkah laku siswa scara tuntas menurut Skinner perlu memahami hubngan antara satu stimulus dan stimulus yang lainnya. Dan Teori Skinner dikenal dengan  “Operant Conditioning”, dengan enam konsepnya, yaitu:
1.      Penguatan positif dan negatif.
2.      Shapping, proses pembentukkan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.
3.      Pendekatan Suksektif, proses pembentukkan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
4.      Chaining of response, respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
5.      Extinction, proses  penghetian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
6.      Jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.



Dan Thomdikemengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon (yang juga bisa berbentuk pikiran, perasaan, dan gerakan). Dari  pengertian ini wujud tingkah laku tersebut bisa saja dapat diamati atupun tidak dapat diamati. Teori belajar Thomdike juga disebut sebagai abran “ Connectionism”. Menurut Thomdike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).
Karakteristik belajar “ trial and error” adalah sebagai berikut:
a.       Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b.      Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka memenuhi motifnya
c.       Respon-respon yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motifnya dihilangkan
d.      Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Thomdike juga mengemukakan beberapa hukum tentang belajardiantaranya:
a.       Hukum kesiapan (Law of Readiness),jika seseorang siap melakukan sesuatu ketika ia melakukannya maka ia puas. Sebaliknya bila ia tidak jadi melakukannya maka ia tidak puas.
b.      Hukum latihan  (Law of Exercise), jika respon terhadap stimulus diulang-ulang, maka akan memperkuat hubungan antara respon dengan stimulus. Sebaliknya jika respon tidak digunakan, hubungan dengan stimulus semakin lemah.
c.       Hukum akibat (Law of Effect),bila hubungan antara respon dan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatanya semakin besar. Sebaliknya bila hubungan respon dan stimulus tidak menimbulkan kepuasan, maka tingkat penguatan semakin lemah.

Lalu Clark Hull yang sangat terpengaruh oleh teori evaluasi Charles Darwin. Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan biologis menempati posisi sentral. Implikasi praktisnya adalah guru harus merencanakan kegiatan belajar berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap motivasi, maka belajar merupakan penguatnya.
Teori behavioristik ini dalam perkembangannya mendapat kritik para teoritis dan praktisi pendidikan menurut para pengkritik, teori behavioristik ini tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Disamping itu, teori ini juga dianggap cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear konvergen, tidak kreatif.

*      B. TEORI BELAJAR KOGNITIVISTIK
Teori ini menekankan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi pengalaman kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun dari diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Beberapa ahli pengusung teori ini diantaranya Robert M. Gagne, Jean Piaget, Ausebel, & Bruner.
a.)    Robert M. Gagne
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemprosesan informasi (Information Processing Theory) yang dikemukakan Gagne. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
b.)    Jean Piaget
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus di sesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Dalam konteks ini ada empat tahap yaitu:
1.)    Tahap sensorimotor (anak usia 1,5 – 2 tahun),
2.)    Tahap praoperasional (2 – 8 tahun),
3.)    Tahap operasional konkrit (usia 7/8 tahun sampai 12/14 tahun),
4.)     Tahap operasionalfonnai (14 tahun atau lebih).

c.)    Ausebel
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (intructional content) sebelunya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advance organizers), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemajuann belajar siswa. Advance organizers adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
d.)    Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebutnya Free Discovery Learning. Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan, kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, devinisi, dsb).


*      C. TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Bagi penganut teori Humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia. Teori ini bersifat elektrik artinya teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” (aktualisasi diri) dapat tercapai. Beberapa pakar ilmuan teori humanistik diantaranya:
ü  Kolb
ü  Carls Rogers
ü  Honey
ü  Bloom dan Krathwohl
ü  Mumford
ü  Abraham Maslow
ü  Hubermas





a.)    Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu : kawasan kognitif, efektif, dan psikomotor. Taksonomi Bloom telah berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran.
Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami,operasional serta dapat diukur.

b.)    Kolb
Kolb membagi tahapan belajar dalam empat tahapan yaitu:
·         Pengalaman konkrit: pada tahap ini, Dini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, ia belummengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap awal proses belajar.
·         Pengamatan aktif dan reflektif: siswa lambat laun mampu mengadakan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
·         Konseptualisasi: siswa mulai membuat abstraksi atau “ teori “ tentang hal yang pernah diamatinya.
·         Eksperimen aktif: pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi baru.
c.)    Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongka siswa dalam empat tipe yaitu:
·         Siswa tipe aktivis: mereka yang sukamelibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog. Dan biasanya tipe siswa seperti ini kurang skeptis terhadap sesuatu atau idetik dengan sikap mudah bertanya.
·         Siswa tipe Reflektor: tipe siswa spseperti inicenderung berhati-hati mengambil langkah. Dan suka menimbang-nimbang secara cermat baik-buruknya suatu keputusan.
·         Siswa tipe teoris: biasanya siswa sepeerti ini sangat kritis, senang menganalisa dan tidak menyukai pendapat / penilaian.
·         Siswa tipe pragmatis: menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dalam segala hal. Mereka tidak suka bertele-tele.

d.)    Habermas
Menurut Habermas, belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan ataupun sesama manusia.
Habermas membagi tiga (3) macam tipe belajar diantaranya:
Ø  Technical Lerning (belajar teknis): siswa belajar beriteraksi dengan alam di sekelilingnya.
Ø  Practical Learning (belajar praktis): pada tahap ini siswa belajar dengan beriteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.
Ø  Emancipatory Learning (belajar emansipatoris): siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kulturak dari suatu lingkungan.

e.)    Carl Rogers
Carl Rogers mengemukakan, bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab.
Rogers mengemukakan lima hal penting dalam proses belajar humanistik diantaranya:
ü  Hasrat untuk belajar
ü  Belajar bermakna
ü  Belajar tanpa hukuman
ü  Belajar dengan inisiatif sendiri
ü  Belajar dan Perubahan

f.)     Abraham Maslow
Teori Maslow yang sangat terkenal adalah teori kebutuhan. Kebutuhan pada diri manusia dimulai dari tahapan yang paling dasar menuju pada kebutuhan yang paling tinggi:
v  Physiological needs: kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan makan dan minum dan tempat tinggal dan termasuk juga kebutuhan biologis.
v  Safety / Security needs: kebutuhan akan rasa aman  secara fisik dan psikis.
v  Social needs: kebutuhan sosial dibutuhkan manusia agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya.
v  Esteem needs: kebutuhan ego termasuk keinginan untuk berprestasi seseorang membutuhkan kepercayaan dan tanggung jawab dari orang lain.
v  Self Aktualization needs: kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukkan dirinya kepada orang lain.

*   D. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTK

Teori konstruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukkan (konstruksi) pengetahuan oleh si pelajar itu sendiri. Yang dapat artinya proses belajar yang baik adalah belajar dari pengalaman pribadi. Beberapa pakar ilmuan teori belajar konstruktivistik diantaranya Glaserfeld, Dettencourt, dan Matthews.

Ciri-ciri konstruktivitas yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham(1994).
v  Orentasi yaitu: siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatn melakukan observasi.
v  Elisitasi: siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, dan membuat poster.
v  Restrukturisasi ide yaitu: klasifikasi ide dengan ide orang lain.
v  Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi
v  Review artinya dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang perlu di revisi dengan menambahkan atau mengubah.
Von Glaserfeld (1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlikan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu:
·         Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
·         Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal.
·         Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lain.
Adapun faktor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah:
·         Hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang (Constructed knowledge) pengalaman yang sudah diabstraksikan, yang telah menjadi konsep dan telah dikonstruksikan.
·         Domain pengalaman seseorang (Domain of experience) pengalaman akan fenomena baru merupakan unsur penting dalam pengembangan pengetahuan.
·         Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure) setiap pengetahuan yang baru harus cocok dengan ekologi konseptual.
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu  proses   pembentukkan pengetahuan.
Peranan guru pada pendekatan konstruktivisme ini lebih sebagai mediator dan fasilitas bagi siswa yang meliputi:

Ø  Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab mengajar atau berceramah dan tugas utama seorang guru.
Ø  Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingin tahuan siswa.
Ø  Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak.

Proses pengalaman kognitif bagi tujua-tujuan konstruktivistik. Beberapa hal   penting    tentang evaluasi dalam aliran konstruktivistik adalah:
Ø  Diarahkan pada tugas-tugas autentik.
Ø  Mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi.
Ø  Mengkonstruksi pengalaman siswa.
Ø  Mengarahkan evaluasi pada kompleks yang luas dengan berbagai perspektif.









Bedakan antara Pendekatan, Strategi, Model (metode), Teknik Pembelajaran.

Jika dilihat dari pengertiannya maka:
Ø  Pendekatan Pembelajaran adalah suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungan.

Ø  Strategi Pembelajaran adalah cara-cara yang sistematis yang dipilih dan digunakan seorang pembelajar untuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga memudahkan pembelajar mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Ø  Model atau Metode Pembelajran adalah bagian dari strategi pembelajaran, yang merupakan cara dalam menyajikan (menguraikan,memberi contoh, memberi latihan) isi pelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Ø  Teknik Pembelajaran adalah jalan atau alat atau media yang digunakan guru untuk mengarahkan, kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai.



NB:
            Semua materi ini dikutip dari buku Teori Belajar & Pembelajaran tahun 2012 karangan Yuberty, M.Pd – Mujib, M.Pd. – Netri Wati, M.Pd.

no image
Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, Pasal 12 ayat (4) menyatakan bahwa penilaian kinerja kepala sekolah meliputi:
  1. usaha pengembangan sekolah/madrasah yang dilakukan selama menjabat kepala sekolah/madrasah;
  2. peningkatan kualitas sekolah/madrasah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan selama di bawah kepemimpinan yang bersangkutan; dan
  3. usaha pengembangan profesionalisme sebagai kepala sekolah/madrasah. Penilaian kinerja kepala sekolah dilaksanakan berdasarkan tupoksinya. Oleh sebab itu, tupoksi kepala sekolah mengacu pada tiga (3) butir di atas. Tupoksi kepala sekolah juga harus mengacu pada Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan sekolah, meliputi (1) perencanaan program, (2) pelaksanaan rencana kerja, (3) pengawasan dan evaluasi, (4) kepemimpinan sekolah, (5) sistem informasi sekolah,

Perencanaan Program :

  1. Merumuskan, menetapkan, dan mengembangkan visi sekolah.
  2. Merumuskan, menetapkan, dan mengembangkan misi sekolah.
  3. Merumuskan, menetapkan, dan mengembangkan tujuan sekolah.
  4. Membuat Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
  5. Membuat perencanaan program induksi.

Pelaksanaan Program

  1. Menyusun Program Kerja
  2. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan sekolah per semester dan Tahunan;
  3. Menyusun pengelolaan kesiswaan yang meliputi:
    1. melaksanakan penerimaan peserta didik baru;
    2. memberikan layanan konseling kepada peserta didik;
    3. melaksanakan kegiatan ekstra dan kokurikuler untuk para peserta didik;
    4. melakukan pembinaan prestasi unggulan;
    5. melakukan pelacakan terhadap alumni;
  4. Menyusun KTSP, kalender pendidikan, dan kegiatan pembelajaran;
  5. Mengelola pendidik dan tenaga kependidikan;
  6. Mengelola sarana dan prasarana;
  7. Membimbing guru pemula;
  8. Mengelola keuangan dan pembiayaan;
  9. Mengelola budaya dan lingkungan sekolah;
  10. Memberdayakan peran serta masyarakat dan kemitraan sekolah;
  11. Melaksanakan program induksi

Supervsi dan Evaluasi :

  1. Melaksanakan program supervisi.
  2. Melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
  3. Melaksanakan evaluasi dan pengembangan KTSP
  4. Mengevaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan.
  5. Menyiapkan kelengkapan akreditasi sekolah.

Kepemimpinan Sekolah :

Kepala sekolah melaksanakan tugas kepemimpinan sebagai berikut:
  1. menjabarkan visi ke dalam misi target mutu;
  2. merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai;
  3. menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/madrasah;
  4. membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu;
  5. bertanggung jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/madrasah;
  6. melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/madrasah. Dalam hal sekolah/madrasah swasta, pengambilan keputusan tersebut harus melibatkan penyelenggara sekolah/madrasah;
  7. berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua peserta didik dan masyarakat;
  8. menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik;
  9. menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik;
  10. bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif mengenai pelaksanaan kurikulum;
  11. melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah;
  12. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
  13. memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah;
  14. membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan;
  15. menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif;
  16. menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat;
  17. memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab;
  18. mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala sekolah sesuai dengan bidangnya;
  19. merencanakan pelaksanaan Program Induksi Guru Pemula (PIGP) di Sekolah/ Madrasah;
  20. menyiapkan Buku Pendoman Pelaksanaan Program Induksi di sekolah dan dokumen terkait seperti KTSP, silabus, peraturan dan tata tertib sekolah baik bagi guru maupun bagi siswa, prosedur-prosedur P3K, prosedur keamanan sekolah;
  21. melakukan analisis kebutuhan guru pemula;
  22. menunjuk pembimbing dari guru yang dianggap layak (profesional)
  23. membuat surat keputusan pengangkatan guru menjadi pembimbing bagi guru pemula;
  24. menjadi pembimbing, jika pada satuan pendidikan yang dipimpinnya tidak terdapat guru yang memenuhi kriteria sebagai pembimbing;
  25. mengajukan pembimbing dari satuan pendidikan lain kepada dinas pendidikan terkait jika tidak memiliki pembimbing dan kepala sekolah/ madrasah tidak dapat menjadi pembimbing;
  26. memantau secara reguler proses pembimbingan dan perkembangan guru pemula;
  27. memantau kinerja guru pembimbing dalam melakukan pembimbingan;
  28. melakukan observasi kegiatan mengajar yang dilakukan guru pemula dan memberikan masukan untuk perbaikan;
  29. memberi penilaian kinerja kepada guru pemula;
  30. menyusun Laporan Hasil Penilaian Kinerja untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dengan mempertimbangkan masukan dan saran dari pembimbing, pengawas sekolah/ madrasah, dan memberikan salinan laporan tersebut kepada guru pemula;
  31. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
  32. memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/madrasah;
  33. membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan tenaga kependidikan;
  34. menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah/madrasah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif;
  35. menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat, dan komite sekolah/madrasah menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat;
  36. memberi contoh/teladan/tindakan yang bertanggung jawab;
  37. mendelegasikan sebagian tugas dan kewenangan kepada wakil kepala sekolah sesuai dengan bidangnya

Sistem Informasi  Sekolah :

Kepala sekolah, dalam sistem informasi sekolah perlu:
  1. menciptakan atmosfer akademik yang kondusif dengan membangun budaya sekolah untuk menciptakan suasana yang kompetitif bagi siswa, rasa tanggung jawab bagi guru dan karyawan, menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja dan belajar, menumbuhkan kesadaran tentang arti penting kemajuan, dan menumbuhkan kedisiplinan tinggi;
  2. melakukan penataan tugas dan tanggung jawab yang jelas bagi warga sekolah berbasis kinerja;
  3. menjalinan kerjasama dengan pihak lain;
  4. didukung oleh penerapan TIK dalam manajemen sekolah;
  5. didukung oleh kepemimpinan/manajerial yang kuat, dan memiliki tingkat sustainabilitas tinggi;
  6. penguatan eksistensi lembaga dengan melakukan sosialisasi kepada semua pihak untuk memberikan informasi dan pemahaman yang sama sehingga sekolah/madrasah memperoleh dukungan secara maksimal;
  7. penguatan manajemen sekolah dengan melakukan restrukturisasi dan reorganisasi intern sekolah apabila dipandang perlu (tanpa mengubah atau bertentangan dengan peraturan yang ada) sebagai bentuk pengembangan dan pemberdayaan potensi sekolah;
  8. melakukan penguatan kerjasama dengan membangun jaringan yang lebih luas dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri, yang dibuktikan dengan adanya nota kesepahaman (MoU);
  9. meminimalkan masalah yang timbul di sekolah melalui penguatan rasa kekeluargaan dan kebersamaan untuk memajukan sekolah;
  10. melakukan penguatan input sekolah dengan melengkapi berbagai fasilitas (perangkat keras dan lunak) manajemen sekolah, agar implementasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) berbasis TIK lebih efektif.