December 2015

BEBAN KERJA GURU
Beban kerja guru
Dalam Permendiknas No. 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan pasal 1 ayat (2) bahwa beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu, atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, seorang kepala sekolah dibantu oleh seorang guru yang mempunyai tugas sebagai wakil kepala sekolah (wakasek), namun untuk jenjang pendidikan SD, hingga saat ini belum ada dasar hukum yang mengaturnya, sehingga, jelas bahwa sedikit banyaknya Rombel pada tingkat SD/sederajat, kepala sekolah tidak perlu mengangkat/menunjuk wakil kepala sekolahnya, berbeda dengan tingkat SMP, apabila terdapat 3 (tiga) Rombel, maka diperlukan 1 orang kepala sekolah

BEBAN KERJA GURU
(Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008)
1. Guru tanpa tugas tambahan adalah 24 s.d 40 jam tatap muka dalam 1 minggu (Psl 52 (2)), dilaksanakan minimal 6 jam tatap muka pada sekolah tempat tugas sebagai guru tetap (Psl 52 (3))
2. Guru yang mendapat tugas tambahan :
a) Kepala sekolah minimal 6 jam tatap muka dalam 1 minggu atau membimbing minimal 40 orang siswa bagi kepala sekolah yang berasal dari guru BK/konselor (Psl 54 (1))
b) Wakil kepala sekolah minimal 12 jam tatap muka dalam 1 minggu atau membimbing minimal 80 orang siswa bagi kepala sekolah yang berasal dari guru BK/konselor (Psl 54 (2))
c) Kepala program keahlian (SMK) minimal 12 jam tatap muka dalam 1 minggu (Psl 54 (3))
d) Kepala perpustakaan minimal 12 jam tatap muka dalam 1 minggu (Psl 54(2 )
e) Kepala laboratorium dan bengkel/unit produksi (SMK) minimal 12 jam tatap muka dalam 1 minggu (Psl 54 (5))
3. Guru BK membimbing minimal 150 siswa per tahun pada satu atau lebih sekolah (Psl 54 (5))

WAKIL KEPALA SEKOLAH
1. Jumlah wakil kepala sekolah maksimal 4 orang yang terdiri dari Urusan Kurikulum, Urusan Kesiswaan, Urusan Sarana Prasarana, dan Urusan Hubungan Masyarakat (Instrumen PK tugas tambahan guru pada Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010)
2. Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 (Standar Pengelolaan) :
a) SD tidak memiliki wakil kepala sekolah
b) SMP memiliki 1 wakil kepala sekolah
c) SMA memiliki 3 wakil kepala sekolah (Kurikulum, Kesiswaan, dan Sarana Prasarana)
d) SMK memiliki 4 wakil kepala sekolah (Kurikulum, Kesiswaan, Sarana Prasarana, dan Hu- bungan Industri)
3. Berdasarkan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas RI Nomor 541/C.C3/Kep/MN/2004 tentang Pedoman Tipe SMP :
a) Tipe A (= 27 rombel) : memiliki 3 wakil kepala sekolah
b) Tipe A1 (24-26 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
c) Tipe A2 (21-24 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
d) Tipe B (18-20 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
e) Tipe B1 (15-19 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
f) Tipe B2 (12-14 rombel) : memiliki 1 wakil kepala sekolah
g) Tipe C (9-11 rombel) : memiliki 1 wakil kepala sekolah
h) Tipe C1 (6-8 rombel) : tidak memiliki wakil kepala sekolah
j) Tipe C2 (3-5 rombel) : tidak memiliki wakil kepala sekolah
4. Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 dan SK Dirjen Dikdasmen Depdiknas RI Nomor 541/C.C3/Kep/MN/2004 :
a) SMA/SMK memiliki 4 wakil kepala sekolah (Kurikulum, Kesiswaan, Sarana Prasarana, dan Hubungan Masyarakat)
b) SMP berdasarkan tipe sekolah :
(1) Tipe A (= 27 rombel) : memiliki 4 wakil kepala sekolah
(2) Tipe A1 (24-26 rombel) : memiliki 3 wakil kepala sekolah
(3) Tipe A2 (21-24 rombel) : memiliki 3 wakil kepala sekolah
(4) Tipe B (18-20 rombel) : memiliki 3 wakil kepala sekolah
(5) Tipe B1 (15-19 rombel) : memiliki 3 wakil kepala sekolah
(6) Tipe B2 (12-14 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
(7) Tipe C (9-11 rombel) : memiliki 2 wakil kepala sekolah
(8) Tipe C1 (6-8 rombel) : memiliki 1 wakil kepala sekolah
(9) Tipe C2 (3-5 rombel) : memiliki 1 wakil kepala sekolah
c) SD tidak memiliki wakil kepala sekolah

KEPALA PERPUSTAKAAN
(Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah) Setiap sekolah/madrasah untuk semua jenis dan jenjang dapat mengangkat kepala perpustakaan, jika memiliki:
1. Tenaga perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, disepakati: minimal 1 orang
2. Rombongan belajar (rombel) lebih dari enam, disepakati: minimal 6 rombel
3. Koleksi minimal 1000 (seribu) judul materi perpustakaan, disepakati: minimal 500 judul

KETENTUAN KEPALA LABORATORIUM/BENGKEL
(Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana Prasarana)
SEKOLAH DASAR
1. Laboratorium IPA dapat memanfaatkan ruang kelas.
2. Sarana laboratorium IPA berfungsi sebagai alat bantu mendukung kegiatan dalam bentuk percobaan.
3. Setiap satuan pendidikan dilengkapi sarana laboratorium IPA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
1. Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
2. Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar
3. Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m.
4. Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
5. Tersedia air bersih.
6. Ruang laboratorium IPA dilengkapi sarana

SEKOLAH MENENGAH ATAS
A. Ruang Laboratorium Biologi
1) Ruang laboratorium biologi berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran biologi secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
2) Ruang laboratorium biologi dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
3) Rasio minimum ruang laboratorium biologi 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium biologi 5 m.
4) Ruang laboratorium biologi memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
5) Ruang laboratorium biologi dilengkapi sarana

B. Ruang Laboratorium Fisika
1) Ruang laboratorium fisika berfungsi se bagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran fisika secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
2) Ruang laboratorium fisika dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
3) Rasio minimum ruang laboratorium fisika 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2 . Lebar ruang laboratorium fisika minimum 5 m.
4) Ruang laboratorium fisika memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
5) Ruang laboratorium fisika dilengkapi sarana

C. Ruang Laboratorium Kimia
1) Ruang laboratorium kimia berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran kimia secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.
2) Ruang laboratorium kimia dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
3) Rasio minimum ruang laboratorium kimia 2,4 m2 /peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar ruang laboratorium kimia minimum 5 m.
4) Ruang laboratorium kimia memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.
5) Ruang laboratorium kimia dilengkapi sarana

D. Ruang Laboratorium Komputer
1) Ruang laboratorium komputer berfungsi sebagai tempat mengembangkan keterampilan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.
2) Ruang laboratorium komputer dapat menampung minimum satu rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang.
3) Rasio minimum luas ruang laboratorium komputer 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang laboratorium komputer 30 m2. Lebar minimum ruang laboratorium komputer 5 m.
4) Ruang laboratorium komputer dilengkapi sarana

E. Ruang Laboratorium Bahasa
1) Ruang laboratorium bahasa berfungsi sebagai tempat mengembangkan keterampilan berbahasa, khusus untuk sekolah yang mempunyai Jurusan Bahasa.
2) Ruang laboratorium bahasa dapat menampung minimum satu rombongan belajar.
3) Rasio minimum ruang laboratorium bahasa 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang laboratorium 30 m2. Lebar mi- nimum ruang laboratorium bahasa 5 m.
4) Ruang laboratorium bahasa dilengkapi sarana

Hal hal yang menyangkut Laboratorium
1. Di SMP/SMA/SMK jika terdapat laboratorium bahasa dan atau computer dapat diakui
2. Kepala Laboratorium diakui jika :
a. Memiliki ruangan laboratorium tersendiri
b. Memiliki sarana dan prasarana sesuai SPM
c. Memiliki/menyelenggarakan administrasi laboratorium, seperti struktur
d. organisasi, buku agenda praktik, daftar inventaris/bahan lab, jadwalpemakaian ruang
e. Memiliki laboran dan atau teknisi lab

PENAMBAHAN JAM PELAJARAN
1. Penambahan jam pelajaran sesuai Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi maksimal 4 (empat) jam untuk seluruh mata pelajaran.
2. Penambahan jam pelajaran berdasarkan kepentingan siswa (peserta didik) dan dilakukan setelah melalui analisis konteks.
3. Penambahan jam pelajaran harus dimuat dalam dokumen kurikulum, memuat alasan penambahan jam diikuti perubahan jam dalam struktur kurikulum, silabus, dan RPP

ada 2 jenis tugas tambahan guru lainnya yang diakui pada Dapodikdas 2013/2014 yakni Kepala Laboratorium (Laboran), dan Kepala Perpustakaan (Pustakawan) dan masing-masing terhitung sebagai jam ekuivalen untuk kepala sekolah = 18 JP.

Sedangkan untuk Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, dan Kepala Perpustakaan masing-masing terhitung jam ekuivalen masing-masing = 12 JP. Berikut hal-hal penting yang perlu diperhatikan terkait tugas-tugas tambahan guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai sebagai wakil kepala sekolah (Wakasek), Kepala Laboratorium (Laboran), maupun sebagai Kepala Perpustakaan (Pustakawan) berdasarkan draft Implementasi Dapodik 2013 terhadap proses pengolahan data Tunjangan pada direktorat P2TK Dikdas :

Jumlah Wakasek yang diakui Dapodikdas 2013/2014 :

1.      SD tidak memiliki Wakil Kepala Sekolah (Wakasek.)
2.      SMP berdasarkan tipe sekolah:
·            Tipe A (= 27 rombel) : memiliki 4 Wakasek.
·            Tipe A1 (24-26 rombel) : memiliki 3 Wakasek.
·            Tipe A2 (21-24 rombel) : memiliki 3 Wakasek.
·            Tipe B (18-20 rombel) : memiliki 3 Wakasek.
·            Tipe B1 (15-19 rombel) : memiliki 3 Wakasek.
·            Tipe B2 (12-14 rombel) : memiliki 2 Wakasek.
·            Tipe C (9-11 rombel) : memiliki 2 Wakasek.
·            Tipe C1 (6-8 rombel) : memiliki 1 Wakasek.
·            Tipe C2 (3-5 rombel) : memiliki 1 Wakasek.

Jumlah Kepala Laboratorium yang diakui pada Dapodikdas 2013/2014 :

1.     Kepala Laboratorium adalah seorang penanggung jawab penyelenggaraan seluruh laboratorium yang ada di satu sekolah sehingga Kepala Laboratorium yang diakui hanya satu (1) walaupun terdapat beberapa Laboratorium yang ada di sekolah tersebut.
2. Masing-masing Laboratorium bisa saja memiliki penanggung jawab/pengelola/Laboran, namun statusnya bukan sebagai Kepala Laboratorium.

Jumlah Kepala Perpustakaan yang diakui pada Dapodikdas 2013/2014 :

1.  Jumlah Kepala Perpustakaan dalam satu sekolah yang diakui adalah 1 (satu).
2.    Kepala Perpustakaan harus memiliki Sertifikat Kompentensi Kepustakaan.


sumber: http://kkgjaro.blogspot.com/2015/03/tugas-tambahan-kepala-sekolah-tak-di.html
no image


Pertanyaan seperti judul diatas sering diajukan oleh para guru terutama guru di sekolah yang jumlah gurunya masih kurang. Namun pertanyaan serupa juga sering ditanyakan oleh guru di sekolah yang gurunya terbilang cukup ketika melihat sang Kepala Sekolah tidak mengajar. Sesuai dengan Keputusan Mendikbud No.       025 Tahun 1995, bahwa tugas guru tersebut adalah a) Menyusun Program Pengajaran yang antara lain membuat Program Tahunan, Program Smestaer, Silabus RPP dan Program Penilaian. b) mengajar dikelas minimal 24 jam perminggu dan khusus guru yang ditugaskan menjadi kepala sekolah mengajar minimal 6 jam perminggu  c) melaksanakan Evaluasi seperti Ulhar, UTS dan UAS atau UKK, d) melaksanakan analisis hasil evaluasi e) melaksanakan program perbaikan dan pengayaan dan f) melaksanakan bimbingan konseling bagi guru kelas yang menjadi tanggungjawabnya.  Kepala Sekolah bukanlah jabatan Struktural ( jabatan yang memiliki eselon) akan tetapi jabatan Fungsional yang ditambah atau diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karenanya sebagai jabatan Fungsional tetap harus wajib mengajar seperti guru yang lain, namun bebannya saja menjadi lebih sedikit yaitu hanya 6 (enam) jam perminggu atau bagi yang kebetulan Kepala Sekolah berasal dari latar belakang guru Bimbingan dan Konseling, wajib membimbing sebanyak  40 (empat puluh) peserta didik dalam seminggu. Tidak berbeda dengan guru yang mengajar minimal 24 jam perminggu, maka kepala sekolah juga diwajibkan membuat Program Pengajaran, Membuat RPP, Membuat Program Penilaian, Melaksanakan Penilaian, Melaksanaan perbaikan an pengayaan.  Kepala sekolah bukan mengajar sekedar mengisi kelas kosong yang gurunya kebetulan berhalangan masuk, tapi terprogram dan rutin setiap minggu dalam waktu dan jam yang sama.  Demikian jga tugas wakil Kepala Sekolah di SMP, SMA, SMK, MTS dan MA tetap ada kewajiban mengajar namun Wakil Kepala Sekolah beban mengajar dalam seminggu adalah 12 ( dua belas jam) atau membimbing sebanyak 80 (delapan puluh) peserta didik perminggu bagi Wakil Kepala Sekolah yang berlatar belakang Guru Bimbingan dan Konseling, sementara itu di TK dan Sekolah Dasar tidak ada wakil Kepala Sekolah, Kalaupun ada yang diangkat secara internal,maka tugas dan kewajiban mengajarnya sama seperti guru yang lain yaitu wajib Mengajar sebanyak 24 ( dua puluh empat) jam perminggu. Kewajiban mengajar Kepala Sekolah ini ditegaskan lagi melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: Beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling sedikit 6(enam) jam perminggu, atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi Kepala satuan Pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor.
Dengan dua dasar ini maka terjawablah beberapa pertanyaan para guru tersebut, bahwa sesibuk apapun kepala sekolah, sebanyak apapun pekerjaannya maka kewajiban mengajar tetap harus dilakukan dan tidak dapat digantikan oleh orang lain secara permanen kecuali untuk beberapa saat. Sehingga tidak ada alas an lagi karena guru berlebihan maka Kepala Sekolah free mengajar, karena mengajar merupakan kewajiban fungsional.
Bagaimana Kepala Sekolah tidak mengajar karena kekurangan jam mengajara atau jam mengajar telah dipergunakan oleh guru lain? Solusinya adalah Kepala Sekolah dapat dapat melakukan tugas pengganti mengajar yang setiap 4 jam tugas tersebut eqivalen dengan 2 jam mengajarseperti membina kegiatan extra kurikuler dalam bentuk kegiatan Pramuka, Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya IlmiH Remaja (KIR), Kerohanian, Paskibra, Pencinta Alam, Palang Merah Remaja, UKS dan sebagainya, juga dapat melakukan kegiatan epengembangan diri yang mengarah kepada pembinaan bakat, minat dan kemampuan peserta didik.  Tugas yang setiap 4(empat) jam kegiatannya eqivalen dengan 2(dua) jam mengajar ini, dilakukan dengan catatan kewajiban mengajar tetap dilakukan minimal 50 % atau 3 (tiga jam)perminggu dan wajib melakukan bimbingan sebanyak 6 (enam) jam perminggu. Tugas kegiatan diluar mengajar berlaku juga bagi guru yang setelah diusahakan jam mengajarnya belum mencapai 24 (dua puluh empat) jam perminggu.  Tugas selain mengajar tersebut dilakukan dengan terprogram, terjadwal dan terevaluasi.
Guru yang tidak mencapai jumlah 24(dua puluh empat) jam mengajar serta Kepala Sekolah atau Wakil yang tidak mencapai jumlah minimal jam mengajar  sesuai sesuai ketentuan permendiknas No.39 Tahun 2009 tersebut tidak dapat diusulkan untuk naik pangkat atau mendapatkan sertifikasi guru.

sumber : http://tamanmawarbiru.blogspot.co.id/2011/03/haruskah-kepala-sekolah-mengajar-oleh.html

Informasi tentang Das Sollen jabatan kepala sekolah di indonesia dari mulai tingkatan TK, SD, SMP dan SMA/MA/SMK taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) nampaknya belum tersosialisasikan secara merata dikalangan guru sebagai subjek hukum dari Permendiknas No. 28 Tahun 2010. Bahkan mungkin, sebagian besar guru belum merasa perlu terlalu concern mencermatinya mengingat periode-periode sebelumnya kewenangannya menjadi preogratif pemangku jabatan di Departemen yang memiliki strata kewenangan jauh diatas guru (asumsi ini minimal mewakili sebagian guru pada masa itu/ pra reformasi) Arus Reformasi yang terjadi di negara kita dewasa ini merupakan salah satu produk dari riak-riak globalisasi yang terjadi hingga saat ini hingga beberapa dekade kedepan. Salah satu jargon yang mengemuka pada saat gelombang reformasi adalah mengenai Supremasi Hukum, mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita adalah negara hukum yang artinya semua permasalah kebangsaan kita harus tunduk pada hukum yang berlaku di negara ini, berjenjang dari hukum yang tertinggi sampai hukum terendah mulai dari UUD sampai dengan peraturan-peraturan daerah dan yang setingkat dibawahnya, perwal misalnya. Pro-kontra yang terjadi di masyarakat saat ini tidak akan terjadi, apabila semua pihak turut mengawal supremasi hukum melalui kesadaran kolektif dan ketaatan absolut terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah ditetapkan secara legal-formal, sehingga das sollen tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah sebagi salah satu keputusan di tingkat lokal yang akan dituangkan pada landasan operasional berupa perwal harus merujuk pada landasan hukum yang berlaku pada strata yang lebih tinggi, sehingga pelaksanaannya bersinergi dengan semangat yang diamanatkan oleh produk yang lebih tinggi tersebut. Penetapan keputusan-keputusan/ produk hukum apapun, pada tingkat manapun, akan menanggung resiko resistensi dari elemen-elemen masyarakat yang merasa tidak terpuaskan dengan produk hukum tersebut. Namun demikian, kekhawatiran ini tidak lantasharus menyurutkan langkah pemangku kebijakan untuk merancang rumusan serta memutuskan dan menetapkan produk-produk hukum atau peraturan-peraturan yang secara filosofis telah memenuhi pesan-pesan luhur/suci yang diamanatkan oleh produk hukum diatasnya. Das Sollen, secara khusus pada peraturan tugas tambahan guru dan kepala sekolah, pemerintah kota diharapkan dapat merumuskan rancangannya dengan senantiasa mencermati pesan substansial Permendiknas No.. 28 tahun 2010 sebagai acuan atau rujukan konstitusional dari perwal yang akan dikeluarkannya.Hal tersebut menjadi sebuah keniscayaan, mengingat pentingnya sinergisitas peraturan-peraturan pada stiap tingkatan guna pencapaian tujuan pembangunan yang diharapkan bersama yang telah dirumuskan di tingkatan yang lebih tinggi/ nasional sebelumnya. Sinerginya setiap peraturan juga memperlihatkan azas taat hukum pada setiap jenjang pemangku kebijakan yang akhirnya memberikan proses pembelajaran dan pencerahan pada masyarakat sebagai user dari layanan-layanan yang, mau tidak mau harus turut pada ketauladanan dari para pemangku kebijakan. Situasi ini diharapkan mengeliminir terjadinya pro-kontra yang mengarah pada dis-integrasi masyarakat. Sikap patriotik terukur sangat diperlukan pemangku kebijakan dalam penentuan lahirnya sebuah kebijakan yang pasti meiliki resiko resistensi dari kalangan masyarakat yang tidak terpuaskan, akan tetapi memberikan kepeloporan terbentuknya sistem yang kondusif pada ma sa yang akan datang. Pada tingkatan satuan pendidikan pun harus pula memulai keseriusan unutk merumuskan juklas/ juknis tugas tambahan para pembantu kepala sekolah agar memberikan jalan bagi terbangunnya budaya organisasi yang memiliki suasana kompetisi yang sehat degan pembatasan-pembatasan periode jabatan yang memperlancar arus regenerasi yang terjadi. Tentu saja hal ini, dalam penilainnya tidak menapikkan tahapan-tahapan fit and proper test yang dilakukan kepala sekolah yang mengedepankan aspek-aspek kompetensi, kinerja, loyalitas dan kepangkatan. Semangat, keseriusan dang kebersamaan langkah dari semua pihak untuk mulai membenahi komponen-komponen dari sistem pendidikan kedepan tersebut diatas, secara filososfis diharapkan bisa mengakselerasi tercapainya tujuan-tujuan, visi, misi dan renstra-renstra serta program-program yang digariskan semua institusi didunia pendididkan. Pada sisi lain, hal tersebut diatas, secara kontekstual diharapakan bisa menjadi entry point menuju pelayanan prima yang substansinya pemuasan kebutuhan masyarakat sebagai user dari layanan bidang pendidikan. Pada akhirnya, upaya-upaya diatas diharapkan dapat menjawab salah satu tantangan GLOBALISASI Abad 21 yang oleh '"Tucker" disebut dengan istilah Gelombang Generasi. Wallaahu'Alam

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adefathurahman/jabatan-kepala-sekolah-dalam-permendiknas-no-28-tahun-2010_55019461a3331159735135da



SALINAN
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010
TENTANG
PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang     :     a.    bahwa guru dapat diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah     untuk      memimpin      dan      mengelola sekolah/madrasah     dalam     upaya     meningkatkan     mutu pendidikan;
b.    bahwa    dalam     rangka     meningkatkan    kualitas     kepala sekolah/madrasah perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah serta sertifikasi kompetensi danpenilaian kinerja kepala sekolah/madrasah;
c.    bahwa   Keputusan   Menteri    Pendidikan   Nasional   Nomor
162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Gurusebagai Kepala Sekolah sudah tidak sesuai                                 dengan perkembangan sistem pendidikan nasional;
d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana   dimaksud pada huruf a, b, dan c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan   Nasional        tentang                       Penugasan               Guru                         Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah;
Mengingat       :      1.    Undang-Undang  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  2003   Nomor            78,               Tambahan         Lembaran              Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2.    Undang-Undang     Nomor      32      Tahun     2004       tentang Pemerintahan                     Daerah (Lembaran         Negara    Republik Indonesia          Tahun                     2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang        Nomor                  32           Tahun           2004   tentang   Pemerintahan Daerah;


3.    Undang-Undang Nomor 14 Tahun  2005  tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4586);
4.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916);
5.    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun   2005   Nomor            41,               Tambahan         Lembaran              Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
6.    Peraturan   Pemerintah           Nomor     38  Tahun  2007          tentang Pembagian                     Urusan       Pemerintahan    antara         Pemerintah, Pemerintah                      Daerah    Provinsi,    dan         Pemerintah       Daerah Kabupaten/Kota               (Lembaran           Negara   Republik      Indonesia Tahun     2007                  Nomor 82,        Tambahan           Lembaran      Negara Republik Indonesia Nomor 4754);
7.    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4941);
8.    Peraturan   Pemerintah   Nomor    17    Tahun   2010    tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara        Republik       Indonesia                  Tahun        2010               Nomor  23, Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor
5105);
9.    Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun     2010  Nomor            74,               Tambahan         Lembaran              Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
10. Peraturan   Pemerintah  Nomor    66    Tahun   2010    tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan            dan                  Penyelenggaraan     Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5157);
11. Peraturan    Presiden    Nomor     47    Tahun    2009    tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
12. Peraturan   Presiden    Nomor     24     Tahun    2010    tentang Kedudukan, Tugas, dan  Fungsi  Kementerian  Negara serta Susunan Organisasi,                    Tugas,                                          dan          Fungsi    Eselon    I Kementerian Negara;
13. Keputusan  Presiden  Nomor  84/P  Tahun  2009  mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
15. Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  Nomor  13  Tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;


MEMUTUSKAN:
Menetapkan    :      PERATURAN  MENTERI  PENDIDIKAN  NASIONAL  TENTANG PENUGASAN                                GURU      SEBAGAI       KEPALA      SEKOLAH/ MADRASAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah  (SMP/MTs), sekolah             menengah         pertama          luar                  biasa              (SMPLB),  sekolah           menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan  sekolah  bertaraf  internasional  (SBI)  atau  yang  tidak  dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3.  Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah adalah suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala sekolah/madrasah melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik tentang kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan penilaian sesuai standar nasional.
4.  Penilaian akseptabilitas adalah penilaian calon kepala sekolah/madrasah yang bertujuan untuk menilai ketepatan calon dengan sekolah/madrasah dimana yang bersangkutan akan diangkat dan ditempatkan.
5.  Kompetensi    kepala   sekolah/madrasah    adalah    pengetahuan,    sikap    dan keterampilan                             pada      dimensi-dimensi    kompetensi    kepribadian,   manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
6.  Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
7.  Sertifikat kepala sekolah/madrasah adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru bahwa yang bersangkutan telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi untuk mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah.
8.  Penilaian   kinerja    adalah   suatu   proses    menentukan   nilai   kinerja    kepala sekolah/madrasah dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
9. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah proses dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional kepala       sekolah/madrasah                yang                            dilaksanakan                berjenjang,    bertahap,    dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan manajemen dan kepemimpinan sekolah/madrasah
10. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
11. Kementerian  adalah  kementerian  yang  menangani  urusan  pemerintah  dalam bidang pendidikan nasional.
12. Menteri  adalah  menteri  yang  menangani  urusan  pemerintah  dalam  bidang pendidikan nasional.


13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggungjawab di bidang pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama sesuai kewenangannya.
14. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota.
15. Kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota adalah                 perwakilan    Kementerian     Agama     tingkat     provinsi     dan     tingkat kabupaten/kota.
16. Dinas provinsi adalah dinas yang bertanggungjawab  di bidang  pendidikan di provinsi.
17. Dinas kabupaten/kota adalah dinas yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di kabupaten/kota.
18. Pengawas   sekolah/madrasah   adalah   guru   yang    diangkat   dalam    jabatan pengawas sekolah/madrasah. Pengawas sekolah/madrasah adalah guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah/madrasah.
BAB II
SYARAT-SYARAT GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 2
(1)  Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
(2)  Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.    beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.    memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)               kependidikan    atau    nonkependidikan   perguruan    tinggi    yang terakreditasi;
c.    berusia   setinggi-tingginya   56    (lima    puluh   enam)    tahun   pada    waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah;
d.    sehat  jasmani  dan  rohani  berdasarkan  surat  keterangan  dari  dokter
Pemerintah;
e.    tidak  pernah  dikenakan  hukuman  disiplin  sedang  dan/atau  berat  sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.     memiliki sertifikat pendidik;
h.    pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang                 sekolah/madrasah   masing-masing,   kecuali    di    taman    kanak- kanak/raudhatul                 athfal/taman              kanak-kanak           luar    biasa  (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
i.     memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil(PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
j.     memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian  lainnya  sebagai  guru  dalam  daftar  penilaian  prestasi  pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
k.    memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua)
tahun terakhir.


(3)  Persyaratan    khusus   guru   yang   diberi    tugas   tambahan   sebagai    kepala sekolah/madrasah meliputi:
a.    berstatus  sebagai  guru  pada  jenis  atau  jenjang  sekolah/madrasah  yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah;
b.    memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal.
(4) Khusus bagi guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b  juga  harus memenuhi persyaratan  khusus tambahan sebagai berikut:
a.    memiliki  pengalaman  sekurang-kurangnya  3  (tiga)  tahun  sebagai  kepala sekolah/madrasah;
b.    mampu  berkomunikasi  dalam  bahasa  Inggris  dan  atau  bahasa  negara dimana yang bersangkutan bertugas;
c.    mempunyai wawasan luas tentang seni dan  budaya  Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di tengah-tengah pergaulan internasional.
BAB III
PENYIAPAN CALON KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Pasal 3
(1) Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan danpelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(2) Kepala    dinas    propinsi/kabupaten/kota    dan    kantor    wilayah    kementerian agama/kantor  kementerian        agama                           kabupaten/kota      sesuai      dengan kewenangannya  menyiapkan  calon                        kepala  sekolah/madrasah  berdasarkan proyeksi kebutuhan 2 (dua) tahun yang akan datang.
Pasal 4
(1) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut dari guru yang telah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 2.
(2) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut melalui pengusulan oleh kepala sekolah/madrasah                                    dan/atau   pengawas               yang                   bersangkutan     kepada                                    dinas propinsi/kabupaten/kota  dan                    kantor    wilayah                                                kementerian                  agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota  sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 5
(1)  Dinas propinsi/kabupaten/kota dan  kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan seleksi administratif dan akademik.
(2)  Seleksi administratif  dilakukan melalui penilaian  kelengkapan  dokumen  yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang sebagai bukti bahwa calon kepala sekolah/madrasah                                      bersangkutan     telah     memenuhi     persyaratan     umum sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 2 ayat (2).
(3) Seleksi akademik dilakukan melalui penilaian potensi kepemimpinan dan penguasaan                         awal   terhadap   kompetensi   kepala   sekolah/madrasah   sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 6
(1) Guru yang telah lulus seleksi calon kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi.
(2)  Akreditasi terhadap lembaga penyelenggara program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah  dilaksanakan  oleh  lembaga  yang  ditunjuk  dan  ditetapkan oleh menteri.
Pasal 7
(1) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah merupakan kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(2) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan.
(3) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dikoordinasikan dan difasilitasi                      oleh     Pemerintah,    pemerintah    provinsi,    dan/atau    pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemerintah     dapat     memfasilitasi     pemerintah     provinsi     dan     pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan kemampuan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(5)  Pendidikan   dan    pelatihan   diakhiri    dengan   penilaian   untuk   mengetahui pencapaian kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
(6)  Calon kepala sekolah/madrasah yang dinyatakan lulus penilaian diberi sertifikat kepala sekolah/madrasah oleh lembaga penyelenggara.
(7)  Sertifikat kepala sekolah/madrasah dicatat dalam database nasional dan diberi
nomor unik olehmenteri atau lembaga yang ditunjuk
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan calon kepala sekolah/madrasah diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB IV
PROSES PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Pasal 9
(1)  Pengangkatan     kepala     sekolah/madrasah     dilakukan     melalui     penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah.
(2) Tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah ditetapkan oleh Pemerintah,                            pemerintah      provinsi,      pemerintah      kabupaten/kota,      atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
(3)  Tim pertimbangan melibatkan unsur pengawas sekolah/madrasah dan dewan pendidikan.


(4)  Berdasarkan      rekomendasi      tim      pertimbangan      pengangkatan     kepala sekolah/madrasah,        Pemerintah,        pemerintah        provinsi,        pemerintah kabupaten/kota,                                 atau    penyelenggara    sekolah/madrasah    sesuai    dengan kewenangannya mengangkat guru menjadi kepala sekolah/madrasah sebagai tugas tambahan.
(5)  Guru    yang    diberi    tugas    tambahan    sebagai    kepala    sekolah/madrasah mendapatkan tunjangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V MASA TUGAS
Pasal 10
(1)  Kepala sekolah/madrasah  diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat)
tahun.
(2)  Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kalimasa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja.
(3)  Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila :
a. telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas;
atau
b. memiliki prestasi yang istimewa.
(4)  Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional.
(5)  Kepala sekolah/madrasah yang masa tugasnya berakhir, tetap melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan jenjang jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran atau bimbingan dan konseling sesuai dengan ketentuan.
BAB VI
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN Pasal 11
(1)  Pengembangan      keprofesian       berkelanjutan       meliputi       pengembangan pengetahuan,                            keterampilan,   dan   sikap    pada   dimensi-dimensi   kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dansosial.
(2)  Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.
(3)  Pengembangan    keprofesian    berkelanjutan    dilaksanakan    sesuai    dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal.


BAB VII
PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Pasal 12
(1)  Penilaian  kinerja  kepala  sekolah/madrasah  dilakukan  secara  berkala  setiap tahun dan secara kumulatif setiap 4 (empat) tahun.
(2)  Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah.
(3)  Penilaian kinerja 4 (empat) tahunan dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah, pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah dimana yang bersangkutan bertugas.
(4)  Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    usaha pengembangan sekolah/madrasah yang dilakukan selama menjabat kepala sekolah/madrasah;
b.    peningkatan  kualitas  sekolah/madrasah  berdasarkan  8  (delapan)  standar nasional  pendidikan  selama  dibawah  kepemimpinan  yang  bersangkutan; dan
c.    Usaha pengembangan profesionalisme sebagai kepala sekolah/madrasah; (5)  Hasilpenilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup,
sedang atau kurang.
(6) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilaksanakan sesuai pedoman penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VIII
MUTASI DAN PEMBERHENTIAN TUGAS GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 13
Kepala  sekolah/madrasah  dapat dimutasikan  setelah  melaksanakan  masa  tugas dalam 1 (satu) sekolah/madrasah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
Pasal 14
(1)  Kepala sekolah/madrasah dapat diberhentikan dari penugasan karena:
a. permohonan sendiri;
b. masa penugasan berakhir;
c. telah mencapai batas usia pensiun jabatan fungsional guru;
d. diangkat pada jabatan lain;
e. dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat;
f.  dinilaiberkinerja kurang dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 12
g. berhalangan tetap;
h. tugas belajar sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan;dan/atau i.  meninggal dunia.
(2) Pemberhentian kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya.


Pasal 15
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya berdasarkan penilaian kinerja dan masukan dari         tim       pertimbangan          pengangkatan           kepala                 sekolah/madrasah                   menetapkan keputusan perpanjangan masa penugasan kepala sekolah/madrasah.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan guru yang sedang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah, masa tugasnya dihitung sejak yang bersangkutan ditugaskan sebagai kepala sekolah/madrasah.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan, guru yang telah atau sedang melaksanakan        tugas                               tambahan                    sebagai     kepala     sekolah/madrasah     tidak dipersyaratkan memiliki sertifikat  kepala  sekolah/madrasah sampai selesai masa tugasnya.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
(1)  Dalam jangka waktu paling  lama  2  (dua) tahun  sejak berlakunya  Peraturan Menteri ini Pemerintah, pemerintah provinsi,pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara  sekolah/madrasah  wajib  melaksanakan  program  penyiapan calon kepala sekolah/madrasah.
(2)  Pemerintah,      pemerintah      provinsi,      pemerintah      kabupaten/kota,      atau penyelenggara sekolah/madrasah wajib melaksanakan Peraturan Menteri ini dalam penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah paling lambat tahun
2013.
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala  Sekolah dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan


Agar   setiap    orang   mengetahuinya,  memerintahkan   pengundangan  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2010
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, TTD.


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2010


MOHAMMAD NUH


MENTERI HUKUMDAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 527
Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi,
Dr. A. Pangerang Moenta,S.H.,M.H.,DFM. NIP 196108281987031003